KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa selalu memberikan
rahmat, taufik, hidayah, serta inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini setelah melalui berbagai rintangan dan hambatan.
Makalah ini penulis beri judul “masyarakat dalam islam”. Adapun tujuan disusunnya makalah ini
adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Agama semester 1. Selain itu, makalah
disusun guna memberikan informasi dan pengetahuan tentang anggapan agama
(islam) dalam bertetangga dan peran umat beragama (islam) dalam mewujudkan
masyarakat beradab dan sejahtera.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Hal ini disebabkan keterbatasan pengetahuan dan waktu yang
dimiliki penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang
bersifat membangun guna menyempurnakan makalah ini di masa yang akan datang
agar lebih baik.
Tembilahan, 28-12-2013
penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………………………………………………………………………………………i
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………………….……ii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………………..……iii
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………………………..…1
Latar Belakang……………………………………………………………………………...1
BAB II ISI PEMBAHASAN
……………………………………………………………………2
2.1
Masyarakat beradab dan sejahtera ……………………………………………………..2
2.2 peran
umat beragama dalam mewujudkan masyarakat beradab dan sejahtera ………...3
BAB III PENUTUP ……………………………………………………………………………..7
Kesimpulan
………………………………………………………...................................7
DAFTAR FUSTAKA
…………………………………………………................................... 8
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang
Manusia berasal dari satu diri yang
kemudian berkembang menjadi suku-suku dan berbangsa-bangsa. Semua manusia
berasal dari sumber yang satu, kemudian berkembang menjadi berbagai macam
warna,ras,budaya, dan bangsa. Mereka harus tetap saling mendekati, saling
menghormati dalam interaksi sosial.(Annisa:1, Alhujurat:13).
Masyarakat beradab dan sejahtera dapat diartikan
sebagai civil society atau masyarakat madani. Meskipun memiliki makna dan
sejarah sendiri tetapi keduanya merujuk pada semangat yang sama sebagai
masyarakat yang adil, terbuka, demokratis dan sejahtera dengan kesadaran
ketuhanan yang tinggi yang diterapkan dalam kehidupan sosial.
Asal-usul pembentukan
masyarakat bermula dari fitrah manusia sebagai makhluk sosial yang senantiasa
membutuhkan orang lain. Kita harus menyadari bahwa islam sangat memperhatikan
adap dalam bertetangga. Rasulullah SAW bersabda : “Barang siapa yang beriman
kepada Allah dan hari akhir hendaklah memuliakan tetangganya”. (Mutaffaq Alaih)
Banyak diantara
masyarakat yang mungkin meremehkan adab bertetangga. Contohnya, menyakiti
mereka dengan perkataan maupun perbuatan. Padahal jika masyarakat menyadari
bahwa tidak ada manusia yang dapat hidup sendiri dan mau menjunjung tinggi adab
bertetangga akan tercipta peradaban manusia yang jauh lebih baik dan sejahtera.
1
BAB II
ISI
PEMBAHASAN
A. Masyarakat Beradab dan Sejahtera
Masryarakat berarti sejumlah manusia
dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap
sama. Dari pengertian ini dapat dicontohkan istilah “masyarakat desa”, ialah
masyarakat yang penduduknya mempunyai mata pencaharian utama bercocoktanam,
perikanan, peternakan atau gabungan dari ketiganya ini, yang sistem budayanya
mendukung masyarakat itu. Masyarakat modern berarti masyarakat yang sistem
perekonomiannya berdasarkan pasar secara luas, spesialisasi di bidang industri,
dan pemakaian teknoligi canggih (Kamus Besar, l990:564).
Memperthatikan kedua istilah di atas,
“masyarakat desa”, dan “masyarakat moderen”, kata kedua dalam gabungan dua kata
itu, “desa” dan “modern” merupakan kualitas dari suatu masyarakat. Bertolak
dari cara demikian dapat memberi suatu kualitas pada suatu “masyarakat”, umpama
masyarakat tradisional, masyarakat primitif, masyarakat agamis, masyarakat
beradab, masyarakat sejahtera, dan masyarakat beradab dan sejahtera. Pada
contoh terakhir ini memberikan dua buah kualitas sekaligus, yaitu “beradab” dan
“sejahtera”. Hal semacam ini boleh-boleh saja.
Kata beradab berarti kesopanan,
kehalusan, dan kebaikan budipekerti (Kamus Besar, l990:5). Sementara itu kata
sejahtera berarti aman sentosa dan makmur, selamat (dari gangguan dan kesukaran
- Kamus Besar, l990:795). Bertolak dari masing-masing pengertian term
“masyarakat”, “beradab”, dan “sejahtera”, rangkaian kata ketiganya menjadi
masyarakat beradab dan sejahtera mempunyai maksud bahwa masyarakat yang
dikehendaki adalah masyarakat yang kumpulan manusianya terdiri atas orang-orang
yang halus, sopan, dan baik budipekertinya supaya masyarakat tersewbut selamat
dan bebas dari gangguan maupun kesukaran.
2
B. Peran Umat Beragama Dalam
Mewujudkan Masyarakat Beradab dan Sejahtera
Masyarakat,
sebagaimana masyarakat madani binaan Rasulullah, didasarkan pada Alquran dan
Assunnah beliau sendiri. Petunjuk Alquran yang langsung berkenaan dengan
masyarakat beradab dan sejahtera didasarkan pada hal-hal sebagai berikut:
a.
Tauhid
Rumusan
tauhid terdapat dalam surat al-Ikhlas sebagai berikut:
Katakanlah,
“Dia lah Alah Yang Maha Esa”. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya
segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula dianakkan. Dan tidak ada
seorang pun yang setara dengan Dia (Q.S. al-Ikhlas/ll2:l-4)
Dalam
ayat kedua dari surat tersebut menyatakan bahwa segala sesuatu bergantung
kepada Allah swt., termasuk segala urusan yang berkenaan dengan masyarakat.
Kepada Allah mereka, masyarakat, kumpulan dari orang perorang, yang memiliki
sistem budaya dan pandangan hidup, menyembah dan mohon pertolongan
b.
Perdamaian
Suatu
masyarakat, negara, bahkan masyarakat yang paling mikro sekalipun, yaitu
keluarga batih (nuclear family: suami, istri, dan anak) tidak akan bisa
bertahan kebaradaannya kalau tidak ada perdamaian diantara warganya. Alquran
mengatakan
Dan
jika ada dua golongan orang-orang mukmin berperang (bermusuhan), maka damaikan
diantara keduanya . . . sesungguhnya orang-orang mukmin itu adalah bersaudara.
Karena itu damaikanlah anatara kedua saudaramu itu (Q.S. al-Hujarat/49: 9 dan
l0).
Semangat
ayat itu hendaklah yang satu kepada yang lain senantiasa berbuat baik, dan
tidak boleh saling bermusuhan.
c.
Saling Tolong Menolong
Tolong
menolong merupakan kelanjutan dan isi berbuat baik terhadap orang lain. Secara
naluri, orang yang pernah ditolong oleh orang lain di saat ia tertimpa
kesulitan, diam-diam ia berjanji “suatu saat akan membalas budi baik yang
sedang diterima”. Di saat itu ia merasa berhutang budi. Dlam hal tolong-menolong, Allah memerintahkan
demikian:
3
Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada
Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya (Q.S. alMaidah/5:3).
d.
Bermusyawarah
Dalam
bermusyawarah sering muncul kepentingan yang berbeda dari masing-masing sub
kelompok atau warga. Supaya tidak ada pihak yang dirugikan atau tertindas,
musyawarah untuk mencapai kata sepakat, motto yang harus sama-sama dijunjung
tinggi adalah “berat sama dipikul, ringan sama dijinjing”, nikmat sama-sama
dirasakan”, “duduk sama rendah berdiri sama tinggi”. Allah berfirman:
Dan
bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu, kemudian apabila membulatkan
tekad (keputusan) maka bertakwalah kepada Allah (Q.S. Ali Imran/3: l59).
Musyawarah
memang telah terbukti mempersatukan (ta’lluf), masyarakat (Jaelani, 2006:247).
e.
Adil
Adil
merupakan kata kunci untuk menghapus segala bentuk kecemburuan sosial. Aneka
macam bentuk protes dan demo-demo kolosal umumnya menuntut keadilan atau rasa
keadilan karena merasa dirugikan oleh mitra kerja, juragan, majikan, atau
pemerintah. Jika para penguasa, majikan, juragan, dan pemegang amanah lainnya
berbuat adil insyaallah kesentosaan dan kesejahteraan akan menjadi kenyataan
bagi masyarakatnya karena rakyat merasa dilindungi dan diayomi, dan penguasa
dihormati dan disegani.
Sifat
utama adil dan keadilan amat diserukan dalam Islam. Himbauan, perintah, janji
ganjaran bagi yang berbuat adil, ancaman siksa bagi yang berbuat tidak adil
(curang, culas, dan lalim) Ini menandakan adil harus menjadi ciri utama bagi
setiap muslim atau masyarakat muslim dalam semua urusan
f.
Akhlak
Nabi Muhammad mengaku bahwa dirinya diutus di muka
bumi ini untuk menyempurnakan akahlak manusia supaya ber-akhlaqul karimah.
Pengakuan itu diwujudkan dengan tindakan konkrit beliau baik sebagai pribadi
maupun dalam membangun masyarakat Islam di masanya, yaitu sebagai masyarakat
yang disitir dalam Alquran:
Negeri
yang baik dan Allah berkenan senantiasa menurunkan ampunan-Nya (Q.S.
as-Saba’/34:15).
4
HASIL
DISKUSI
1 . Coba jelaskan maksud dari marilah kita
berlomba-lomba dalam meningkatkan potensi diri melalui latihan-latihan spritual dan
praktek-praktek di masyarakat ?
Jawab :kita di anjurkan untuk berlomba-lomba dalam
meningkatkan atau mengembangkan kemampuan diri (bakat) yang telah di miliki
oleh seseorang melalui latihan-latihan pembentukan jiwa dan ikut serta dalam
kegiatan-kegiatan yang ada di masyarakat.
2. Apakah negara kita termasuk masyarakat yang beradab
dan sejahtera ?
Jawab : tidak , karna di negara kita masih banyak
terdapat kejahatan. Negara ruang lingkup nya terlalu besar.Dalam suatu wilayah
kelompok saja terkadang masih ada terjadi kejahatan.
3 . Bagaimana solusi masyarakat yang tidak beradab ?
Jawab : adapun solusinya sebagai berikut :
a.Tauhid
Tauhid
adalah segala sesuatu tentang ALLAH SWT. Menanamkan tauhid kepada seseorang
dapat di lakukan melalui dirinya sendiri, keluarga,orang sekitar,dan pendidikan.
Apabila seseorang memiliki tauhid yang tingggi maka akan terciptalah masyarakat
yang beradab.
b.Perdamaian
Suatu
keluarga atau masyarakat tidak akan bisa bertahan keberadaan nya kalau tidak
ada perdamaian di antara warganya.
c.
Saling tolong menolong
Apabila
seseorang dalam kesulitan atau membutuhkan pertolongan kita wajib menolongnya.
Dalam al-qur’an kita di anjurkan untuk saling tolong menolong dalam kebajikan
dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.
d .
bermusyawarah
Dalam
mengambil keputusan di suatu kelompok atau masyarakat hendaklah bermusyawarah
agar tidak ada pihak yang di rugikan
5
e
.adil
Adil
merupakan kata kunci untuk menghapus segala bentuk kecemburuan sosial. Sifat
utama adil dan keadilan amat di serukan dalam islam,tidak memandang status
orang tersebut. Apabila sifat adil dimiliki insyaallah akan tercipta
kesentosaan dan kesejahteraan dalam masyarakat.
f.
akhlak
Apabila
seseorang memiliki akhlak yang baik maka hidupnya akan bahagia dan sejahtera,
sebaliknya bila seseorang memiliki akhlak yang buruk maka hidupnya akan
sengsara
6
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Untuk mewujudkan masyarakat madani dan agar terciptanya
kesejahteraan umat maka kita sebagai generasi penerus supaya dapat membuat
suatu perubahan yang signifikan. Selain itu, kita juga harus dapat menyesuaikan
diri dengan apa yang sedang terjadi di masyarakat sekarang ini. Agar di dalam
kehidupan bermasyarakat kita tidak ketinggalan berita. Adapun beberapa
kesimpulan yang dapat saya ambil dari pembahasan materi yang ada di bab II
ialah bahwa di dalam mewujudkan masyarakat madani dan kesejahteraan umat
haruslah berpacu pada Al-Qur’an dan As-Sunnah yang diamanatkan oleh Rasullullah
kepada kita sebagai umat akhir zaman.
Karena semakin besar potensi yang dimiliki oleh seseorang dalam
membangun agama Islam maka akan semakin baik pula hasilnya. Begitu pula
sebaliknya, apabila seseorang memiliki potensi yang kurang di dalam membangun
agamanya maka hasilnya pun tidak akan memuaskan. Oleh karena itu, marilah kita
berlomba-lomba dalam meningkatkan potensi diri melalui latihan-latihan
spiritual dan praktek-praktek di masyarakat.
7
DAFTAR PUSTAKA
Al-qur’an al karim
‘Abd al-Baqi, Ahmad Fuad , al-Mu’jam
al-Mufahras li Alfaz al-Qur’an al-Karim.
Indonesia:Maktabah Dahlan, [t.th.].
Daud Ali,Pendidikan Agama Islam.
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005.
“Departemen Pendidikan
&kebudayaan”, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta
:PN.Balai Pustaka, l990.
Al-Ghazali, Abu Hamid Muhammad bin
Muhammad, al-Munqid min ad-Dalal.Su
Rabaya: Salim Nabhan, [t.th.].
Jaelani, Aan, Masyarakat Islam
dalam Pandangan al-Mawardi, Bandung: Pusta-
Ka, 2006.
Lidinillah, Mustofa Anshori (et
all), Pendidikan Agama Islam. Yogyakarta: Filsa-
Fat UGM, 2006.
Rasjid, Sulaiman, Fiqh Islam.
Jakarta: Attahiriah, l976.
Syahbana, S.Takdir, Values as
Integrating Forces in Personality, Society, and
Culture. Kuala Lumpur: University Malay Press, l982.
Syadzali, Munawir, Islam dan Tata
Negara. Jakarta: Universitas Indonesia,l990.
at-Turmuzi, Abu ‘Isa Muhammad bin
‘Isa Ibn Sauroh, Sunan at-Turmuzi al-Jami’ ash-Shahih, Juz III.
Semarang: Maktabah wa mathba’ah Taha Putra [t.th].
http://modulislam.blogspot.com/2009/11/normal-0-false-false-false_7937.html
8
No comments:
Post a Comment